Langsung ke konten utama

.:: Shalatku Penyelamatku ::.

Berapa kali setan mengalihkan kita dalam "pertempuran" shalat? Berapa sering setan melalaikan kita darinya? Betapa sering pikiran kita dipalingkan bahkan dalam shalat sekalipun sehingga jauh dari makna-maknanya, kemudian ia (setan) lari ke belakang sambil tertawa terbahak-bahak kegirangan karena senang telah bisa memperdayai dan mengalahkan kita. Saudaraku, apakah di suatu pagi kita pernah melontarkan pertanyaan berikut ini:


Berapa kali ibadah shalat yang ku dirikan itu lenyap sia-sia, sedangkan aku tidak merasa? Dan berapa kali pula kekhusyukan dan ketundukanku hilang, sedangkan aku hanya tersenyum saja? Mengapa setiap ku akan mendirikan shalat, tubuh dan hatiku terasa berat? Bahkan panggilan untuk shalat pun serasa hanya bisik-bisik yang mengganggu tidurku. Na'udzubillah..


Pernahkah di suatu hari kita merasakan apa yang pernah disabdakan Rasulullah, "Kesejukan hatiku dijadikan dalam mengerjakan shalat."


Oleh karena itu, marilah kita ambil air wudlu, mendirikan shalat, dan mengadu kepada-Nya agar bisa menjadi semacam suplai rabbani yang akan mengangkat dan menyelamatkan kita dari apa yang selama ini menjerumuskan kita ke dalamnya, berupa sumur kelalaian dan ketersesatan dari jalan Allah swt. Di samping itu, ia juga menjadi semacam wisata ruhani yang elok, di mana kita bisa menikmati kelezatan shalat. Maka, mari kita ulurkan kedua tangan untuk menyambutnya dengan penuh kehangatan dan hendaklah memegang tali keselamatan dengan erat. Biarkanlah  mata hati kita melewati lembaran-lembaran al-Quran sehingga ruh kita tersejukkan olehnya dan iman terus meningkat. Ketika itu, kita akan merasakan betapa nikmatnya shalat itu, dan kita akan benar-benar merasakan kenikmatan sebagaimana yang dirasakan orang-orang sebelum kita. Hal itu pulalah yang menjadikan darah musuh kita tertumpah, sedangkan panji kemenangan terangkat tinggi-tinggi di atas buminya setelah musuh lari terbirit-birit sambil menangis.

 

Terinspirasi dari buku "Seakan Baru Kali Ini Aku Shalat" karya Dr. Khalid Abu Syadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Meringankan Tubuh

Pernah dengar ilmu ini? Apa yang akan anda lakukan jika ternyata tanpa anda sadari, anda sudah memiliki ilmu ini? Menjadi atlet lompat tinggi atau lompat jauh? Mendaki gunung terjal? Atau lain sebagainya, terserah anda! Kalau dikaji sedikit lebih dalam, ternyata kita juga bisa memiliki tubuh yang ringan, melangkah atau bahkan berlari dengan sangat ringan. Terus, apa ada syarat-syarat khusus agar bisa memiliki ilmu ini? Misalnya puasa selama berhari-hari tanpa makan, tidur di kuburan, atau melakukan suatu amalan khusus lainnya? Sebenarnya, syarat yang harus dimililki tidak perlu yang menyiksa diri seperti tadi. Cukup satu saja, apa itu? Itu adalah ikhlas. Lha koq bisa?! Emangnya kalau kita ikhlas atau rela, kita bisa meringankan tubuh kita?! Begini penjelasannya. Ilmu meringankan tubuh di sini bukan berarti tubuh kita menjadi lebih ringan dalam artian sebenarnya. Yang mulanya punya berat badan 80, trus jadi 60 atau lebih. Kalau gitu resep diet dengan ikhlas saja donk!! Buka...

Pesan Hidup Dari Bocah Penjual Koran

ada kisah yang saya dapat dari jalan-jalan di internet, mungkin bisa sedikit menyentuh . . .  Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah. Di perempatan jalan, Umar, seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik. "Korannya bu !"seru Umar berusaha mengalahkan suara air hujan. Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran. Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang. "Mau koran yang mana bu?, tanya Umar dengan riang. "Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau k...