Langsung ke konten utama

.:: Terima Kasih Atas Waktumu ::.

Jono telah jadi pengusaha muda kini. Urusannya banyak, sehingga nyaris tak lagi punya waktu, bahkan sekedar menonton anaknya bertanding futsal. Sampai suatu ketika, dia mendapat telepon dari ibunya di seberang sana.

"Jon, kamu ingat Pak Kurtubi?" ibu bertanya.

"Pak Kurtubi?"

"Ya, tetangga kita, pemilik rumah tua. Dia meninggal tadi pagi."

"Ya, aku ingat Bu. Dia yang sering menemaniku main bola dan membantuku membuat layang-layang saat aku kecil kan?"

Ibu meminta Jono pulang kampung,
menghadiri pemakaman Kurtubi. Meski terhimpit jadwal sangat ketat, Jono terpaksa memenuhi permintaan ibunya. "Pak Kurtubi tak pernah lupa kamu. Dia menanyakan kabarmu tiap hari."

Jono pun memenuhi janjinya. Sepulang dari pemakaman, ibu menggiring Jono melihat rumah Kurtubi. Jono terperangah. Sama sekali tak ada yang berubah. Bangunan maupun isinya. Jono tahu betul karena sejak umur sembilan tahun hingga lulus SD, sejak ayahnya meninggal, ia sering menghabiskan waktu di rumah itu.

"cuma kotak itu yang enggak ad Bu" sergah Jono tiba-tiba. "sebuah kotak berwarna kuning emas di lemari pajangan. Aku ingat betul karena setiap kali aki tanya apa isinya, Pak Kurtubi selalu bilang, "sesuatu yang paling berharga dalam hidupku." jono sebal, dia tak sempat tahu apa yang paling berharga buat kakek teman setianya di masa kecil itu.

Seminggu berlalu. Jono kembali tenggelam dalam kesibukan. Ketika suatu siang, ia menerima kiriman paket dari sebuah nama yang sangat ia kenal: Kurtubi HS. Tak sabar Jono membuka isi paket. Ada surat dalamnya: "saat kamu menerima paket ini, aku mungkin sudah tak ada. Mohon diterima sebagai persembahan rasa terima kasihku." jono melirik benda di samping surat itu, sebuah kotak berwarna kuning emas.

Tak sabar Jono membuka isinya. Hanya sebuah tulisan pendek ternyata: "terima kasih atas waktumu, yang engkau habiskan bersamaku dulu...." Jono terperangah. Itukah hal paling berharga buat Kurtubi? Tak sadar, air mata Jono menetes.

Segera ia mendapati Santi, sekretarisnya. "tolong batalkan semua jadwal rapat saya untuk besok. Ssya harus nonton anak saya bertanding futsal." jono menambahkan, "terima kasih atas waktu yang kamu sediakan untuk membantu saya selama ini." (icul)

Disadur dari Intisari edisi april 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Meringankan Tubuh

Pernah dengar ilmu ini? Apa yang akan anda lakukan jika ternyata tanpa anda sadari, anda sudah memiliki ilmu ini? Menjadi atlet lompat tinggi atau lompat jauh? Mendaki gunung terjal? Atau lain sebagainya, terserah anda! Kalau dikaji sedikit lebih dalam, ternyata kita juga bisa memiliki tubuh yang ringan, melangkah atau bahkan berlari dengan sangat ringan. Terus, apa ada syarat-syarat khusus agar bisa memiliki ilmu ini? Misalnya puasa selama berhari-hari tanpa makan, tidur di kuburan, atau melakukan suatu amalan khusus lainnya? Sebenarnya, syarat yang harus dimililki tidak perlu yang menyiksa diri seperti tadi. Cukup satu saja, apa itu? Itu adalah ikhlas. Lha koq bisa?! Emangnya kalau kita ikhlas atau rela, kita bisa meringankan tubuh kita?! Begini penjelasannya. Ilmu meringankan tubuh di sini bukan berarti tubuh kita menjadi lebih ringan dalam artian sebenarnya. Yang mulanya punya berat badan 80, trus jadi 60 atau lebih. Kalau gitu resep diet dengan ikhlas saja donk!! Buka...

Pesan Hidup Dari Bocah Penjual Koran

ada kisah yang saya dapat dari jalan-jalan di internet, mungkin bisa sedikit menyentuh . . .  Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah. Di perempatan jalan, Umar, seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik. "Korannya bu !"seru Umar berusaha mengalahkan suara air hujan. Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran. Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang. "Mau koran yang mana bu?, tanya Umar dengan riang. "Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau k...