"(hukuman Allah) yang demikian itu dikarenakan sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan kepada suatu kaum hingga kaum itu mengubah apa yang pada diri mereka sendiri." {QS Al Anfal: 53}
Coba marilah secara tawaduk kita lihat diri kita sendiri. Anugerah kenikmatan apakah kiranya yang tidak diberikan Allah kepada kita? Kita dianugerahi Tanah Air yang subur, gemah ripah loh jinawi , alam yang ramah dengan matahari dan hujan yang cukup; masyarakat yang agamis, berbudaya dengan falsafah hidupnya yang luhur, dan seterusnya dan sebagainya.
Maka apabila tiba-tiba Tanah Air menjadi terasa gersang, alam menjadi garang, masyarakat menjadi sangar, saling curiga-mencurigai atau bahkan saling terkam; pendek kata krisis melanda senua aspek kehidupan kita di mana-mana, bukankah sebaiknya kita meneliti diri-diri kita sendiri? Apakah selama ini semua kita masih tetap manusia yang berbudaya ataukah ada - bahkan banyak - yang menjadi misalnya serigala yang culas; tikus yang rakus; gurita yang serakah; kera yang tak tahu malu, atau bahkan setan yang takabur?
Apabila memang demikian kondisi kita, dan kita ingin kembali dalam pelukan rahmat Tuhan dan limpahan karunia-Nya, kita pun mesti mengubah perilaku kita. Kembali ke kemanusiaan dan kehambaan kita semula.
Dikutip dari artikel "Ayat Revolusi, Ayat Pembangunan, atau Ayat Krisis?" dalam buku berjudul "Membuka Pintu Langit" karya KH A. Mustofa Bisri
Komentar
Posting Komentar